CINTA SEJATI, SITI NURBAYA DAN
SAMSULBAHRI
Oleh : Erick Saputra Sitanggang
Judul Novel
: Siti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )
Pengarang :
Marah Rusli ( 7 Agustus 1889 – 17 Januari 1968 )
Penerbit : Balai
Pustaka,1992,Jakarta
Tebal
: 271 Halaman
Harga
: Rp.18.500,00;
Pelaku : Siti
Nurbanya, Samsulbahri, Datuk Maringgih,
Baginda
sulaiman.
Pengarang, dalam hal ini Marah Rusli sebagai pemuda
terpelajar memiliki pemikiran jauh lebih maju daripada masyarakat disekitarnya.
Ia telah mengenal tata cara hidup dan kebudayaan asing yang sedikit banyak
sangat berpengaruh terhadap jiwanya. Dari dasar itu timbul gejolak pemberontak
ingin menerobos adat lama yang mengungkung dengan ketat dan dianggap oleh Marah
Rusli sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi.Marah Rusli ini lahir di Padang
pada tanggal 7 Agustus 1889 dan meninggal di Bandung pada tanggal 17 Januari
1968.
Roman karyanya ini (Roman yang berjudul SITI NURBAYA ) telah
berhasil pula merebut hadiah tahunan dalam bidang sastra, yang diberikan oleh
pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969.Dalam karyanya yang berjudul Siti
Nurbaya, Marah Rusli ingin merombak adat yang berlaku pada masa itu dan
dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, dan
dari situlah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa ia
hidup bersama Baginda Sulaiman,ayahnya yang disanyanginya. Ayahnya adalah
seorang pedagang yang terkemuka di kota padang. Sebagia modal usahanya
merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat.
Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Datuk Maringgih
menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan
demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup
membanyar hutang-hutang pada Datuk Maringgih. Disinilah kesempatan Datuk
Mariggih untuk mendesak Baginda Sulaiman untuk melunasi semua hutang-hutangnya.
Dan hutang tersebut dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan
Siti Nurbaya, puterinya kepada Datuk Maringgih.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman hanya
dapat menerima tawaran yang di berikan oleh Datuk Maringgih.
Mendengar itu, Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan
bahwa dirinya harus menikah dengan Datuk Maringgih si tua bangka. Lebih sedih
lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah si stovia,
Jakarta. Sungguh berat memang , namum demi keselamatan dan kebahagian
ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatanya.
Samsulbahri yang berada di Jakarta mengetahui peristiwa
tersebut, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan
tentang nasib yang dialami keluarganya.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan, ia kembali
ke Padang, ia bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi
istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga
terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah
terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi
akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.
Mendengar itu, ayah Samsulbahri yaitu Sultan Mahmud yang
kebetulan menjadi penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya,dan
mengusirnya. Sehingga Samsulbahri kembali ke Jakarta dan ia benrjanji untuk
tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak
tinggal diam, dan Siti Nurbaya diusirnya.
Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang
tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta. Tetapi
niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk Maringih. Karena itu dengan siasat
dan fitnahnya, Datuk Maringgih dengan bantuan kaki tangannya dapat memaksa Siti
Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.
Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena
memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih.
Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus
asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi syukurlah karena ia tak
meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya, melainkan memasuki
dinas militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering
terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan
orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk
melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas
segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu
keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih
jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri
dengan parangnya.
Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah
sakit. Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan
dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat
bertemu dengan orangtuanya.
Membaca roman Siti Nurbaya kita diajak mengikuti liku-liku
kehidupan masyarakat Padang pada masa itu, khususnya kisah cinta yang tak
kunjung padam dari sepasang kekasih, Siti Nurbaya dan Samsulbahri.
Manfaat dan keunggulan dari novel Siti nurbaya ialah kita
dapat memetik nilai moral yang terkandung dalam cerita, seperti pengorbanan
cintanya demi orang tua.
Kekurangan novel ini ialah tidak menceritakan kisah
Samsulbahri selama ia memasuki dinas militer dan juga tidak menceritakan
tentang Ibu siti nurbaya ketika beliau masih hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar