Senin, 07 Mei 2012

RESENSI NOVEL


CINTA SEJATI, SITI NURBAYA DAN SAMSULBAHRI
Oleh : Erick Saputra Sitanggang

Judul Novel         :  Siti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )
Pengarang           :   Marah Rusli ( 7 Agustus 1889 – 17 Januari 1968 )
Penerbit               :  Balai Pustaka,1992,Jakarta
Tebal                     :  271 Halaman
Harga                    :  Rp.18.500,00;
Pelaku                    :  Siti Nurbanya, Samsulbahri, Datuk Maringgih,
                                 Baginda sulaiman.

Pengarang, dalam hal ini Marah Rusli sebagai pemuda terpelajar memiliki pemikiran jauh lebih maju daripada masyarakat disekitarnya. Ia telah mengenal tata cara hidup dan kebudayaan asing yang sedikit banyak sangat berpengaruh terhadap jiwanya. Dari dasar itu timbul gejolak pemberontak ingin menerobos adat lama yang mengungkung dengan ketat dan dianggap oleh Marah Rusli sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi.Marah Rusli ini lahir di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889 dan meninggal di Bandung pada tanggal 17 Januari 1968.
Roman karyanya ini (Roman yang berjudul SITI NURBAYA ) telah berhasil pula merebut hadiah tahunan dalam bidang sastra, yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969.Dalam karyanya yang berjudul Siti Nurbaya, Marah Rusli ingin merombak adat yang berlaku pada masa itu dan dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, dan dari situlah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa ia hidup bersama Baginda Sulaiman,ayahnya yang disanyanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota padang. Sebagia modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membanyar hutang-hutang pada Datuk Maringgih. Disinilah kesempatan Datuk Mariggih untuk mendesak Baginda Sulaiman untuk melunasi semua hutang-hutangnya. Dan hutang tersebut dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya kepada Datuk Maringgih.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman hanya dapat menerima tawaran yang di berikan oleh Datuk Maringgih.
Mendengar itu, Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus menikah dengan Datuk Maringgih si tua bangka. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah si stovia, Jakarta. Sungguh berat memang , namum demi keselamatan dan kebahagian ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatanya.
Samsulbahri yang berada di Jakarta mengetahui peristiwa tersebut, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan, ia kembali ke Padang, ia bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.
Mendengar itu, ayah Samsulbahri yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya,dan mengusirnya. Sehingga Samsulbahri kembali ke Jakarta dan ia benrjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak tinggal diam, dan Siti Nurbaya diusirnya.
Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta. Tetapi niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk Maringih. Karena itu dengan siasat dan fitnahnya, Datuk Maringgih dengan bantuan kaki tangannya dapat memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.
Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi syukurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya, melainkan memasuki dinas militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.
Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya.
Membaca roman Siti Nurbaya kita diajak mengikuti liku-liku kehidupan masyarakat Padang pada masa itu, khususnya kisah cinta yang tak kunjung padam dari sepasang kekasih, Siti Nurbaya dan Samsulbahri.
Manfaat dan keunggulan dari novel Siti nurbaya ialah kita dapat memetik nilai moral yang terkandung dalam cerita, seperti pengorbanan cintanya demi orang tua.
Kekurangan novel ini ialah tidak menceritakan kisah Samsulbahri selama ia memasuki dinas militer dan juga tidak menceritakan tentang Ibu siti nurbaya ketika beliau masih hidup.



                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar